Dinkes Aceh Terima Kunjungan Delegasi Yang Min University Taiwan

Dinas Kesehatan Aceh, Selasa (18.07.2017)  menerima kunjungan delegasi dari Yang Min University, Taiwan. Delegasi dari Yang Min University ini dipimpin oleh Prof. Sut Ti Chou. Prof. Sut Ti Chou saat ini menjabat salah satu posisi penting di Kementerian Kesehatan Taiwan. Di sela-sela kesibukannya di Kementerian kesehatan Taiwan, beliau masih meluang waktu mengajar sebagai dosen di Yang Min University.

Di Dinas Kesehatan Aceh delegasi dari Taiwan ini diterima oleh Kadinkes Aceh dr. Hanif, dan Bapak Sekretaris Drs. Muhammad Hasan, M.Kes dan Kabid P2P, dr. Abdul Fatah, dan didampingi oleh sejumlah staf promosi kesehatan.

Pertemuan dalam bentuk diskusi itu berlangsung santai dan penuh keakraban di ruang Task Force Dinas Kesehatan Aceh. Pihak Dinas Kesehatan dan National Yang Min University banyak berbagi informasi dan sharing pengalaman mengenai perkembangan public health dan strategi promosi kesehatan yg dilakukan di tempatnya masing-masing.

Kadinkes Aceh, dr. Hanif, menjelaskan bahwa sekarang ini prioritas promosi kesehatan lebih diarahkan ke promosi kesehatan penyakit-penyakit yang tidak menular walaupun juga tanpa mengabaikan promosi kesehatan terhadap penyakit-penyakit menular itu sendiri. Tren saat ini, sama seperti di Indonesia bahwa telah terjadi pergeseran pola penyakit di masyarakat yang dulunya lebih didominasi oleh penyakit menular, sekarang ini kecenderungan atau trennya sudah lebih banyak penyakit tidak menular yang terjadi di masyarakat. "Kesadaran masyarakat untuk melakukan hidup sehat belum banyak berubah, terutama pola makan dan life style masyarakat kita masih belum banyak berubah, dan itu menjadi tantangan tersendiri bagi Dinas Kesehatan dalam membuat promosi kesehatan untuk merubah perilaku masyarakat itu tadi", jelas  Hanif.

Untuk itu pemerintah sendiri sudah mencanangkan dan menggalakkan Germas atau Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, untuk mencegah terjadi penyakit tidak menular itu tadi. Kebiasaan masyarakat yang tidak suka aktifitas fisik dan lebih banyak menghabiskan waktu diwarung kopi ini yang harus di rubah dengan Germas itu tadi. Masyarakat kita juga masih kurang konsumsi buah  dan sayur, dan dalam germas ini, masyarakat digalakkan untuk makan buah dan sayur. Di samping itu masyarakat juga harus digalakkan untuk melakukan pengecekan kesehatan secara rutin, untuk mengetahui resiko penyakit tidak menular sesegera mungkin.

Dalam diskusi tersebut, dr. Hanif juga menjelaskan bahwa program promosi kesehatan selain mendapat support penuh dari pemerintah pusat melalui mekanisme pendanaan dana dekon dari APBN juga mendapat dukungan dana dari pemerintah Aceh melalui dana APBA. Selain itu juga mendapat support dari BPJS kesehatan, seperti misalnya program prolanis yang rutin dilaksanakan di Puskesmas-puskesmas. BPJS mensupport kegiatan-kegiatan olahraga/aktifitas fisik rutin di Puskesmas, seminar atau pertemuan-pertemuan yang terkait dengan pencegahan penyakit  tidak menular, pemeriksaan pap-smear gratis dan lain-lain seperti posyandu lansia.

Sementara itu Prof. Sut Ti Chou dari Yang Min University membagi pengalamannya mengenai program-program promosi kesehatan yang dilakukan di Taiwan, diantaranya adalah kebijakan pemerintahnya dalam promosi kesehatan misalnya, untuk sekolah-sekolah, kantor, komunitas masyarakat atau seperti kampung ditempat kita, yang mau mempromosikan kesehatan atau angka kesakitannya kecil, maka pemerintah di sana akan memberikan penghargaan kepada mereka sehingga komunitas masyarakat di sana jadi berlomba-lomba untuk melaksanakan kegiatan promosi kesehatan di komunitasnya.

Lebih jauh Prof. Sut Ti Chou menjelaskan bahwa dukungan dari legislatif telah ada legislasi yang kuat di sana sehingga makanan-makanan junk food tidak dibolehkan mempromosikan produknya di media publik terutama untuk anak-anak. Di tempat kerja, pemerintah dengan dukungan legislasi yang kuat berusaha menciptakan lingkungan kerja yang mendukung untuk sehat. Pembangunan gedung 3 lantai misalnya, pemerintah di sana sengaja tidak membangun lift, sehingga pekerja harusmenggunakan tangga jika ingin mengakses ke setiap lantainya. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat harus naik tangga, mau-tidak mau. Hal ini sengaja dilakukan agar masyarakatnya bisa tetap melakukan aktifitas fisik yang cukup sehari-hari agar tetap dapat hidup sehat.

Di sekolah, pemerintah taiwan juga ikut mengontrol makanan apa saja yang boleh dijual dikantin sekolahnya. "Anda pasti tidak akan menemukan kantin  disana yang menjual junk food dan minuman bersoda misalnya. Sudah ada regulasi yang mengatur itu semua untuk menjamin warga Taiwan tetap sehat", jelas Prof. Chou. 

Prof Chou juga menjelaskan bahwa di Taiwan, pemerintah disana sengaja menerapkan pajak rokok yang cukup tinggi sehingga harga rokok menjadi sangat mahal dan tidak terjangkau semua orang. "Jadi uang pajak rokoknya itu digunakan untuk melakukan promosi kesehatan kepada warganya", tambah Prof. Chou.

Untuk Indonesia, khususnya di Aceh, dr. hanif menjelaskan bahwa di Aceh memang juga ada dana dari pajak rokok ini. Namun disisi lain Aceh termasuk daerah yang tingkat perokoknya cukup tinggi di Indonesia. Di Aceh, rata-rata per hari perokok bisa menghabiskan 19 batang rokok per hari. Dan banyak diantara yang perokok itu adalah warga yang tergolong dalam katagori miskin. Ironis memang, kadang mereka lebih mementingkan untuk beli rokok dari pada membeli makanan bergizi untuk anaknya. "Jadi sebenarnya pemerintah lebih banyak harus menanggung beban biaya penyakit yang ditimbulka akibat biaya rokok itu tadi dibandingkan dengan manfaat yang kita terima dari biaya pajak rokok itu tadi", jelas Kadinkes itu.

Setelah panjang lebar berdiskusi, dan saling bertukar cindeta mata, dilanjutkan dengan foto bersama. (Foto direkam : 18 Juli 2017)

👁 325 kali

Berita Terkait